ALASAN & PENGERTIAN
Kita semua pernah melakukan percakapan. Yang perlu kita cek ulang adalah nilai tambah yang dihasilkan dari percakapan itu atau meningkatkan bobotnya. Percakapan adalah dialog informal yang melibatkan dua orang atau lebih. Percakapan ini bermacam-macam. Ada percakapan yang tidak didasari oleh tujuan tertentu. Ini misalnya saja kita kebetulan bertemu orang di tempat-tempat umum lalu terjadi percakapan yang saling meng-asyik-kan.
Ada juga percakapan yang memang sejak awal sudah dilandasi oleh tujuan-tujuan tertentu. Ini misalnya saja kita bertamu ke seseorang di kantornya untuk menjajaki kemungkinan melakukan kerjasama, kemungkinan adanya lowongan, kemungkinan adanya sesuatu yang bisa kita garap, dan lain-lain. Percakapan seperti ini biasanya sudah terarah dan biasanya ada etika-etika tertentu yang perlu diperhatikan. Kalau kita mengunjungi orang tanpa memperhatikan waktu dan tempat, ini bisa melanggar etika. Kita bakal dijadikan tamu yang tidak diundang.
Tentu ada banyak alasan kenapa kita perlu sekali-kali menganggap percakapan itu sebagai hal yang penting. Selain karena alasan sosial (makhluk sosial), kita pun sudah kerap menjumpai bukti-bukti dimana ada orang yang mendapatkan keinginannya dari percakapan. Ada orang yang mendapatkan jodah, mendapatkan tender, atau mendapatkan peluang dari percakapan yang ringan-ringan. Ini contoh-contoh yang mudah kita temukan.
Selain karena alasan seperti itu, ada lagi alasan yang ingin saya kemukakan di sini. Ini antara lain misalnya saja:
Pertama, mendapatkan inspirasi dan kesadaran baru (altered state of consciousness). Seperti yang sudah sering kita alami bahwa dorongan untuk melakukan perubahan / perbaikan-diri itu terkadang tinggi dan terkadang rendah, terkadang naik dan terkadang turun. Supaya kita mendapatkan energi baru dan kesadaran baru, terkadang butuh insight baru, butuh contoh baru, butuh bukti baru, butuk pengalaman baru.
Nah, bercakap-cakap dengan orang lain sangat mungkin kita gunakan untuk itu. Kalau dilihat dari cara kerja otak, bercakap-cakap dapat menstimulir otak. Menurut studi, semakin banyak stimulus baru yang kita temukan, semakin banyak pula koneksi yang terbentuk di otak kita. Semakin banyak koneksi yang terbentuk, semakin aktif otak kita ketika diajak berpikir. Otak yang sedikit koneksinya (karena jarang distimulasi), bisa membuatnya mudah tidur. Ini membuat orang malas-malasan, tidak bergairah, kurang motivasi, dan lain-lain.
Kedua, menemukan cara baru dalam melakukan sesuatu (new way of doing thing). Kita tahu bahwa cara itu menentukan hasil. Kata Covey, jangan mengharapkan hasil yang berbeda kalau anda menggunakan cara yang sama untuk melakukan hal yang sama. Selain itu, cara juga menentukan kemampuan. Tidak selamanya orang yang tidak sanggup melakukan sesuatu itu karena tidak mampu atau tidak punya kemampuan. Seringkali yang terjadi adalah karena belum menemukan / mengetahui cara. Begitu caranya sudah ditemukan, kemampuannya lantas muncul.
Nah, bercakap-cakap dengan orang sangat mungkin kita gunakan untuk mengeksplorasi berbagai cara. Ini misalnya: cara mempelajari sesuatu yang baru, cara mengatasi masalah yang baru, cara melakukan sesuatu untuk mendapatkan hasil yang lebih (additional value), dan lain-lain. Bisa dikatakan di sini bahwa bercakap-cakap dapat merangsang kreativitas.
Ketiga, meningkatkan kemampuan dalam menghadapi orang atau dalam berinteraksi dengan orang. Ini termasuk antara lain misalnya: bagaimana kita bisa pede menghadapi orang, bagaimana kita punya standing yang bagus ketika berhadapan dengan orang, apa yang perlu kita hindari saat menghadapi orang, apa yang kurang dari kita saat berbicara dengan orang, dan lain-lain.
Itu semua adalah hal-hal yang hanya bisa kita peroleh dari praktek langsung. Kita tahu bahwa kemampuan interpersonal itu tidak semuanya terkait dengan pengetahuan (knowledge). Bahkan lebih sering terkait dengan seni (the art), olah-perasaan. Karena itu, kita tidak mungkin bisa lihai dalam menghadapi orang dengan hanya membaca buku tentang bagaimana mempengaruhi orang sebanyak seratus kali. Kita akan lihai ketika kita sudah sering praktek. Praktek akan menyempurnakan sesuatu yang kurang.
KAIDAH UMUM DALAM PERCAKAPAN
Secara umum, terlepas apakah percakapan itu dilandasi tujuan atau tidak, ada beberapa petunjuk yang bisa kita gunakan untuk menghangatkan percakapan. Ini antara lain adalah:
Pertama, beri tanggapan langsung. Jika kita ditanya seputar diri kita atau ditanya tentang apa saja oleh mitra-bicara kita, beri jawaban secepat mungkin. Kalau kita kurang jelas, mintalah penjelasan. Kalau kita tidak tahu, katakan secepatnya kita tidak tahu. Memberi jawaban langsung menunjukkan kita memang benar-benar terlibat dalam percakapan; kita menaruh perhatian pada isi percakapan. Bagi mitra kita, jawaban yang langsung ini punya arti tersendiri. Mitra kita akan merasa diperlakukan sebagai mitra-bicara yang berarti.
Kedua, harus relevan. Usahakan jawaban yang kita berikan atau pernyataan yang kita lontarkan itu relevan dengan isi percakapan. Jauhi ucapan atau jawaban yang ngalor-ngidul atau tidak jelas arahnya dan bertele-tele. Ini selain membuat mitra kita bosan, pun juga akan menciptakan kesan yang tidak baik atau kurang intelek. Agar jawaban kita relevan, tentu kita perlu connect dengan mitra bicara.
Ketiga, selingi bumbu-bumbu humor. Humor sangat penting. Tapi, usahakan jangan humor yang tidak berbobot atau humor yang ke-kanak-kanakan. Humor yang tepat akan menghangatkan suasana percakapan. Untuk mendapatkan humor yang ringan tetapi menghangatkan, perbanyak membaca informasi, membaca koran, mendengarkan informasi, mendengarkan isu-isu umum, dan lain-lain. Jika kita melakukan percakapan pada bulan Juli dan kebetulan isu yang sangat nasional pada bulan itu adalah jatuhnya pesawat, ya usahakan kita tahu isu-isu pokok yang berkembang seputar berita itu.
Keempat, gunakan bahasa atau kalimat yang kira-kira artinya tidak menimbulkan salah tafsir, tafsiran ganda, atau tafsiran yang kurang enak dirasakan. Apalagi jika sampai menyingung soal RAS. Dan juga, perhatikan penggunaan kata menurut konteks-nya. Ini untuk kepentingan menghangatkan suasana. Sebagai contoh misalnya kata Anda. Kata Anda memang artinya adalah orang kedua langsung, mirip seperti kamu, bapak, ibu, mbak, mas, atau saudara, sampeyan, dan lain-lain.
Meski artinya sama atau mirip sama, tapi rasanya terkadang berbeda untuk situasi yang berbeda dan untuk konteks yang berbeda. Kata Anda bisa mengandung rasa pertemanan atau keakraban, namun bisa pula mengandung rasa seperti adanya jarak yang jauh, formal, atau ketidaksepadanan.
Kelima, memberi dan menerima kesempatan untuk bicara. Jangan menguasai kesempatan berbicara tetapi jangan juga terlalu pasif, terlalu diam, terlalu serius mendengarkan, dan semisalnya. Untuk bisa memberi dan menerima ini, lakukan dua hal, yaitu: a) mengajukan pertanyaan dan b) mendengarkan jawaban. Jika kita yang ditanya terus, ini kurang menghangatkan suasana. Begitu juga kalau kita terus yang menjadi pendengar. Inipun kurang bisa menghangatkan.
Keenam, harus efisien. Katakan apa saja yang memang perlu untuk dikatakan. Jangan mengatakan seluruh yang kita tahu tetapi juga jangan menyembunyikan seluruhnya. Katakan apa yang perlu dan sembunyikan apa yang perlu. Lain soal kalau memang kita sedang bercakap-cakap dengan orang yang sudah dekat.
Ketujuh, tunjukkan ketulusan. Bedakan antara bercakap-cakap dengan mengintrograsi orang, bedakan dengan penyidikan atau penyelidikan. Masing-masing punya tempat yang tepat. Kehangatan suasana percakapan bisa mendadak berubah menjadi semacam intimidasi apabila kita dipahami sebagai orang yang ingin menggunakan trik, jebakan, atau manufer. Lain soal kalau kita ini polisi yang sedang mengintai.
Selain perlu memperhatikan hal-hal yang sebaiknya kita lakukan, kita pun perlu memperhatikan hal-hal yang sebaiknya kita hindari. Salah satunya dalah menghindari model pertanyaan dan pernyataan yang dapat menggangu kehangatan. Kalau mengacu pada pendapat Harry A. Mills (Negotiate: The Art of Winning, 1993), model pertanyaan dan pernyataan yang berpotensi menganggu itu antara lain:
Menuduh atau menyalahkan.
Menegur seperti layaknya seorang atasan menegur bawahan.
Menjebak / memasukkan perangkap
Memaksa.
Meremehkan / Menyinggung
Barometer yang paling mudah kita pedomani adalah perasaan sendiri dan ekspresi orang lain, entah itu yang tersurat atau yang tersirat. Kalau kita merasa agak risih dipaksa-paksa orang lain atau dirayu dengan cara-cara yang menurut kita kurang OK, maka kira-kira orang lain pun akan seperti itu. Ini permisalan yang bisa kita kembangkan dalam praktek. Rasa enak dan tidak enak memang kurang ada bukunya tetapi kita bisa mempelajarinya dari praktek.
Tri Sila Dalam Membangun Hubungan
Jika masing-masing pihak punya kesimpulan yang sangat OK, biasanya akan berlanjut ke tingkat hubungan yang lebih dekat lagi. Menurut teori Verderber (1983), tingkatan relasi itu bisa bermacam-macam. Ini antara lain:
Acquaintance relationship (kenalan biasa),
Role relationship (hubungan berdasarkan peranan, misalnya: mitra bisnis, atasan-bawahan, dst),
Friendship relationship (pertemanan),
Deep friendship or intimate relationship (hubungan emosional).
Pertanyaannya adalah, bagaimana supaya percakapan itu tidak sekedar menghasilkan hubungan yang sifatnya acquaintance? Bagaimana supaya hubungan itu menjadi lebih dekat lagi? Bagaimana supaya hubungan itu tidak rusak? Ada beberapa pendekatan yang bisa kita lirik. Salah satunya adalah langkah-langkah berikut ini:
Pertama, be reliable (dapat dipercaya). Seperti yang sudah sering saya bahas, sumber kepercayaan itu antara lain:
Kemampuan atau keahlian
Kesalehan moral (kejujuran, tanggungjawab, dll)
Bukti / fakta (prestasi atau lainnya)
Contoh yang sepele misalnya saja kita mengaku begini dan begitu saat percakapan berlangsung. Tapi setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata itu semua tidak benar / bohong. Mau tidak mau hubungan itu akan terganggu. Kata Craig Weatherup, Chairman & Ceo Pepsi, "Anda tidak bisa membangun kepercayaan dengan hanya omongan. Apa membangun kepercayaan dengan apa yang sudah anda lakukan."
Kedua, be rational (gunakan akal sehat). Yang kerap menjebak suatu hubungan adalah:
Terlalu rasional
Terlalu pakai perasaan
Terlalu yakin
Terlalu rasional maksudnya adalah terlalu "itung-itungan" atau "terlalu teknis". Menghadapi manusia itu berbeda dengan menghadapi tehnologi. Manusia punya perasaan, sedangkan teknologi tidak punya. Teori "itung-itungan" meskipun terkadang punya alasan yang benar, namun lebih sering dirasakan tidak enak atau kurang mendukung keakraban
Sedangkan terlalu pakai perasaan maksudnya adalah terlalu mudah tersinggung, terlalu mudah merasa tidak enak tanpa alasan, terlalu submissive, terlalu "jaim" (jaga imej), tidak bisa mengatakan "tidak" secara asertif, dan lain-lain. Biasanya, kebaikan yang lahir dari kelemahan itu malah mengganggu hubungan. Karena itu ada pesan: "Jadilah orang yang baik tetapi jangan menjadi orang lemah; jadilah orang yang jujur namun jangan menjadi orang bodoh."
Terlalu yakin maksudnya adalah percaya sama orang tanpa bukti, tanpa proses atau tanpa alasan. Atau juga, memberi kepercayaan kepada orang lain tanpa kendali, mirip seperti memberi cek kosong. Biasanya, ini bisa membuat orang yang kita beri kepercayaan tidak sanggup menjaga kepercayaan itu. Misalnya saja: menyalahgunakan, menyimpang atau menghianati. Pendeknya, percayalah sama manusia, tetapi gunakan akal sehat.
Ketiga, be receptive (menunjukkan sikap welcome sama orang). Ini antara lain: mudah diajak ngobrol, mudah diajak membahas ide-ide baru, mudah diajak gotong royong, mudah diakses, enak ditemui, mudah membantu, dan lain-lain. Tentu ini perlu kita buat berdasarkan keadaan dan kebutuhan. Yang perlu kita jauhi adalah menunjukkan sikap atau muka yang kurang bersahabat. Atau juga sulit membantu orang lain (berhati keras). Ini bisa menganggu hubungan. Secara naluri, semua orang akan cenderung menyukai orang yang "enak". Tentu saja, enak dalam arti positif dan mempositifkan. Semoga bermanfaa
Senin, 28 Maret 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar